Thursday, January 19, 2017

2017, Waspadai Inflasi di Kota Metro

Kepala BPS Metro, Taulina
METRO – Badan Pusat Stastistik (BPS) Metro mewaspadai lonjakan inflasi tertinggi pada 2017. Mengingat seiring dengan naiknya sejumlah harga barang dan jasa. Serta meningkatnya permintaan yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

Kepala BPS Metro, Taulina Anggarani mengatakan, pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran yang digunakan pemerintah untuk memonitor perkembangan perekonomian suatu wilayah. Dalam penerapannya, pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan salah satu faktor penting yang mempengaruhinya adalah Inflasi.




Tingkat harga secara umum karena barang dan jasa yang ada di pasaran mempunyai jumlah dan jenis yang sangat beragam. Sebagian besar dari harga-harga barang tersebut selalu meningkat dan mengakibatkan terjadinya inflasi.

” Awal 2017 pergerakan harga barang dan jasa di Kota Metro  masih relatif normal standar.Artinya, belum ada lonjakan inflasi yang tinggi. Akan tetapi kita tetap mewaspadai,”jelasnya, Kamis (19/1/2017).

Lebih lanjut, kata Taulina pad 2016 lalu, inflasi di Kota Metro mengalami fluktuasi setiap bulannya dengan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juni sebesar 0,67 persen. Tingginya inflasi pada bulan tersebut disebabkan oleh kenaikan sejumlah bahan makanan pokok dan sandar yang terjadi selama bulan Ramadhan.

Sementara itu, deflasi terendah terjadi pada bulan April yang mencapai 0,80 persen. Deflasi pada bulan ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah pasokan beras selama masa panen pada bulan Maret-April, sehingga menyebabkan harga beras mengalami penurunan. Beras merupakan salah satu komoditas yang mempunyai andil terbesar menyumbangkan nilai inflasi di Kota Metro. Sehingga perubahan harga beras sangat berpengaruh terhadap nilai inflasi yang dihasilkan.

“Berdasarkan inflasi tahun kalender 2016, Metro mengalami inflasi sebesar 2,92 persen. Angka ini masih berada dalam range target yang ditetapkan Bappeda Kota Metro dimana angka inflasi berada pada kisaran 3,5 ± 1 persen. Namun jika dibandingkan dengan target sasaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, angka tersebut terbilang rendah, dimana asumsi yang ditetapkan Bank Indonesia berkisar antara 4 ± 1 persen,”terangnya.

Kelompok bahan makanan, Menurut Taulina, menjadi penyumbang terbesar inflasi di Metro sepanjang 2016 yakni mencapai 1,44 persen dari inflasi 2016 yang mencapai 2,92 persen. Apabila dibandingkan dengan tahun 2015, kontribusi bahan makanan cenderung sama hanya sedikit mengalami penurunan, dimana andil bahan makanan terhadap inflasi sebesar 1,48 persen.

Jika dilihat dari komoditas makanannya, cabai merah menyumbang inflasi terbesar sepanjang 2016 yakni sebesar 0,73 persen. Diikuti bawang putih menyumbang 0,23 pesen bawang merah 0,18 persen beras 0,17 persen ayam hidup 0,11 persen; lele 0,09 persen minyak goreng 0,07 persen; jeruk 0,07 persen dan daging ayam ras 0,06 persen,"imbuhnya.

Sementara itu, komoditas non bahan makanan yang menyumbang inflasi terbesar sepanjang 2016 antara lain jasa pendidikan SD 0,26 persen gula pasir 0,22 persen tukang bukan mandor 0,18 persen rokok kretek filter 0,11 persen bahan bakar rumah tangga 0,10 persen pasir 0,09 persen jasa pendidikan akademi perguruan tinggi 0,09 persen nasi dengan lauk 0,07 persen batu bata 0,07 persen tarif listrik 0,07 persen dan air kemasan 0,06 persen.

Dimana deflasi terendah terjadi pada bulan April yang mencapai 0,80 persen. Deflasi pada bulan ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah pasokan beras selama masa panen pada bulan Maret-April, sehingga menyebabkan harga beras mengalami penurunan. Beras merupakan salah satu komoditas yang mempunyai andil terbesar menyumbangkan nilai inflasi di Kota Metro. Sehingga perubahan harga beras sangat berpengaruh terhadap nilai inflasi yang dihasilkan.

Berdasarkan inflasi tahun kalender 2016, Metro mengalami inflasi sebesar 2,92 persen. Angka ini masih berada dalam range target yang ditetapkan Bappeda Kota Metro dimana angka inflasi berada pada kisaran 3,5 ± 1 persen. Namun jika dibandingkan dengan target sasaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, angka tersebut terbilang rendah, dimana asumsi yang ditetapkan Bank Indonesia berkisar antara 4 ± 1 persen.

Kelompok bahan makanan menjadi penyumbang terbesar inflasi di Metro sepanjang 2016 yakni mencapai 1,44 persen dari inflasi 2016 yang mencapai 2,92 persen. Apabila dibandingkan dengan tahun 2015, kontribusi.

Sepanjang 2016, komoditas-komoditas diatas dominan terhadap inflasi, sehingga perlu dijadikan pelajaran untuk mengantisipasi inflasi tahun 2017.

Pemerintah perlu menjaga laju inflasi khususnya inflasi yang bersumber dari harga yang diatur pemerintah atau administered price. Jika pemerintah tidak mengatur inflasi administered price, maka laju inflasi bisa lebih dari target yang ditetapkan dalam APBN 2017 dan APBD 2017.

Salah satu komponen administered price adalah harga bahan bakar minyak (BBM) yang diprediksi akan mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan, belakangan diketahui bahwa harga minyak dunia cenderung meningkat seiring dengan pemangkasan produksi minyak mentah dunia.

"Alasan lainnya agar upaya pengendalian inflasi masih perlu dilakukan mengingat kemungkinan akan adanya penyesuaian harga tarif dasar listrik 900 Volt Ampere (VA) dan harga elpiji tiga kilogram (kg) yang berpotensi naik. Ini terkait dengan rencana pemerintah untuk mencabut subsidi listrik bagi pelanggan 900 VA dan 450 VA,”ujarnya.(*)


No comments:

Post a Comment